Guru ngaji pertama saya bernama Lek Mot (lek= paklik, bapak cilik). Nama aslinya Mahmud. Kini almarhum. Profesi utamanya tukang jahit, dan belakangan setelah istri dan anak beliau bisa menjahit, Lek Mot banting profesi jadi sales keliling makanan kecil ke toko-toko kelontong. Muridnya ratusan, dan jadwal ngaji berlangsung di bagian dapur rumahnya yang berdinding gedeg, dengan lampu petromak. Saya biasa mengaji selepas Maghrib hingga sholat Isya datang. Setiap murid seikhlasnya bayar urunan (iuran), yang dari uang yang terkumpul hanya cukup untuk beli lengo gas aka minyak gasoline. Tidak ada listrik di rumah beliau. Saya belajar ngaji di sini sejak mulai alif ba tak, hingga lancar baca Juz Amma. Sampai beliau meninggal, saya, hampir semua orang di kampung, memanggil beliau cuma dengan sebutan "Lek Mot". Guru ngaji kedua, masih "berjulukan" lek, tepatnya Lek Ocop (Yusuf). Beliau juga, profesi utamanya sebagai tukang jahit. Secara ekonomi Lek Ocop cu