Jika Anda pernah membaca sejarah kesenian Indonesia, mungkin akan mendapati sejarah ketika pertentangan sengit terjadi antara "seni untuk seni" dan "seni untuk rakyat". Bahkan sampai memakan korban jiwa. Slogan yang terakhir itu, Lekra-nya PKI di era 60an, getol memperjuangkannya, yang bahkan mengakali seni sebagai salah satu upaya perjuangan revolusioner (please, jangan menuduh-nuduh yang revolusio ner identik dengan PKI). Seni untuk rakyat, bisa memprovokasi sekaligus mengedukasi. Saya secara pribadi, cenderung lebih dekat dengan "seni untuk rakyat" ketimbang "seni untuk seni" yang kian hari kian jadi komoditi kapital mengeruk untung. meski saya gemar datang ke museum atau pameran seni, saya kerap sedih, ketika misalnya lukisan bertema orang melarat "dihidangkan" di ruang-ruang mewah ber-AC, dan disaksikan sambil manggut-manggut orang-orang kaya yang mengincar untung, mencari celah memperdagangkan. Singapura bisa men