Dari kacamata jurnalistik gaya Indonesia, headline The Strait Times
edisi 23 Desember 2015 ini "asu tenan". Masak ngobrolin tentang sepeda
angin? Orang Jawa biasa menyebut sepeda onthel atau sepeda pancal
(=dipancal, dikayuh, ditendang, dijejak). 'Apa tidak ada pilihan
headline lain yang lebih menjual?' demikianlah kira-kira pikiran
kebanyakan jurnalis gaya Indonesia seperti saya yang terbiasa
menyuguhkan berita-berita"hebat"; bombastis,
heroik, berdarah-darah, atau gaduhnya polemik politik. Ketika sebuah
masyarakat sudah menganggap kematian dan tragedi sudah seperti hidangan
pencuci mulut, dan tipudaya telah menjadi halal; memang tidak ada yang
lebih menarik ketimbang sarapan pagi dengan menonton/membaca berita
paling gemuruh.
Pagi itu
saya mencomot koran dari depan pintu. Lalu, sambil beol pagi, saya baca
headline yang "asu tenan" itu, dan berusaha memulung sesuatu yang baik
yang bisa saya bagikan pada kawan-kawan Facebook saya. Pulau Sentosa,
demikian isi berita itu menjelaskan; bakal dibangun jalur khusus sepeda
pancal, terintegrasi dengan jalur sepeda dari lokasi lain. Tahun 2030,
Spore berencana punya 700 kilometer jalur khusus sepeda pancal yang
menyatu mengelilingi seantero kota. Ini sebetulnya tidak terlalu menjadi
point. Terpenting, dari duga-duga saya, berita itu dipilih jadi
headline karena PESAN tersembunyi di balik keberhasilan Pemerintah
Singapura (dalam hal ini diwakili National Under Cycling) melobi tempat
wisata utama Spore itu untuk membuka jalur sepeda. Memberi manfaat lebih
pada masyarakat di Spore.
Pulau itu, sebelumnya memang terkenal
begitu kapitalis, sangat privat, dan menjadi simbol kesombongan orang
kaya Spore. Di pulau itu, tahun lalu, rekor rumah termahal di dunia
pecah, dan ini jelas membuat warga Spore tak senang karena bisa memicu
kenaikan harga properti yang bisa kian menyusahkan mereka.
Sebaliknya sepeda pancal, masih identik dengan kaum melarat, meski di jalan-jalan di Spore harga si onthel ini ndak kalah mahalnya dengan harga mobil di Indonesia. Dan ketika Sentosa akhirnya mau membuka diri dengan sepeda onthel, itu bisa memberi pesan, Spore itu milik semua golongan.
Headline "asu tenan" itu juga menginfokan tentang masa depan transportasi Spore yang memberikan ruang pada si onthel. Tentang kekhawatiran kian macetnya jalan raya Spore. Tentang keamanan berkendara onthel. Dan TERPENTING lagi, untuk memberi peringatan bahwa jalan raya dibangun bukan hanya untuk kendaraan bermotor. Pesepeda onthel dan pejalan kaki, punya hak yang sama dengan pengendara Lamborghini.
Ngomong-ngomong saya lagi hunting sepeda pancal untuk hadiah Akhir Tahun diri sendiri. Bukan untuk olahraga sih, karena saya lebih suka main bola. Tapi untuk pengganti kaki yang terlalu keras saya perkosa.
Sumber : Sultan Yohana

Sebaliknya sepeda pancal, masih identik dengan kaum melarat, meski di jalan-jalan di Spore harga si onthel ini ndak kalah mahalnya dengan harga mobil di Indonesia. Dan ketika Sentosa akhirnya mau membuka diri dengan sepeda onthel, itu bisa memberi pesan, Spore itu milik semua golongan.
Headline "asu tenan" itu juga menginfokan tentang masa depan transportasi Spore yang memberikan ruang pada si onthel. Tentang kekhawatiran kian macetnya jalan raya Spore. Tentang keamanan berkendara onthel. Dan TERPENTING lagi, untuk memberi peringatan bahwa jalan raya dibangun bukan hanya untuk kendaraan bermotor. Pesepeda onthel dan pejalan kaki, punya hak yang sama dengan pengendara Lamborghini.
Ngomong-ngomong saya lagi hunting sepeda pancal untuk hadiah Akhir Tahun diri sendiri. Bukan untuk olahraga sih, karena saya lebih suka main bola. Tapi untuk pengganti kaki yang terlalu keras saya perkosa.
Sumber : Sultan Yohana
Comments
Post a Comment